Minggu, 16 Maret 2014

BEBAN DALAM POLA GAMBAR GUNUNG KEMBAR


Oleh
Jajang Suryana
Diresume oleh I Wayan Eka Martawan

         Perkembangan jaman yang semakin maju ternyata tidak mempengaruhi pola gambar siswa sekolah. Sebuah pola gambar yang memiliki gunung kembar menjadi keharusan dalam gambar anak. Tanpa disadari ternyata pola gunung kembar itu merupakan dua bidang luas yang sulit ditaklukan oleh anak-anak. Dalam pola gambar gunung kembar menyisakan dua ruang bidang gambar yang penggarapannya bisa melelahkan. Bagaimana siswa harus menggambar di lahan luas di depan penggambar hingga ujung kaki gunung? Siswa menyadari bahwa lahan yang luas itu harus diisi dengan gambar, karena itu siswa memerlukan pemikiran yang luas dan imajinasi yang baik dalam mengisi lahan itu.
            Dari beberapa gambar, ternyata telah ditemukan sebuah pemecahan masalah yaitu mengisi lahan luas itu dengan gambar jalan lurus atau berbelok (ini bagian pola wajib dalam pola gambar gunung kembar), mengisi bagian kiri dengan gambar petak-petak sawah atau tegalan yang pohonnya jarang, dan mengisi bagian sebelah kana dengan gambar air seperti danau, laut atau sungai. Namun dari gambar anak TK dan SD juga ada yang membuat penyelesaian masalah itu dengan mengisi bagian kosong di kanan dan kiri dengan petak-petak sawah atau tegalan, kemudian di bagian tengah diisi dengan gambar air seperti danau, laut dan sungai.
            Penyelesaian seperti di atas tidak terlalu menjadi beban bagi anak-anak sekolah TK dan SD kelas rendah. Karena bagi mereka mengisi lahan kosong yang luas itu cukup dengan mengisi gambar tegalan,  sebuah rumah, pohon besar (pohon kayu atau kelapa), orang dan vas bunga. Tetapi ternyata kondisi itu berbeda dengan anak-anak SD kelas tinggi, apalagi anak SMP dan SMA. Mereka dibebani dalam mengisi ruang kosong yang luas itu dengan gambar yang memiliki rasional. Membuat objek gambar yang rasional tentunya tidak mudah, dan butuh kejelian dan kesabaran dalam menggambar. Beban dalam mengisi lahan kosong itu sering menjadi keluhan bagi anak-anak dan remaja, yang sejak awal hanya bisa menggambar dengan pola gunung kembar.
        Bagi anak-anak dan remaja yang memiliiki pemikiran yang rasional dan memiliki teori gambar perspektif akan bisa mengatasi permasalahan itu. Misalnya mereka membuat objek gambar yang dekat dengan penggambar ukurannya lebih besar, sehingga bisa menutupi sebagian objek gambar di belakangnya. Sementara objek gambar jauh dari penggambar dibuat dengan ukuran yang lebih kecil dan sebagian objek terhalang oleh objek yang lebih dekat. Pengetahuan anak tentang teori perspektif membantu anak dalam menyusun objek yang saling menghalangi secara bersaf, sesuai dengan keadaan secara rasional. Lain dari itu, ada juga anak-anak remaja yang menemukan cara perubahan yang khas. Sebagai contoh, ketika anak-anak membuat gambar sebuah jalan, maka gambar lain seperti pohon, tiang listrik, atau objek gambar lain direbahkan ke arah sisi jalan yang berbeda, yaitu ke kiri dan ke kanan. Gambar-gambar kendaraan bisa digambarkan rebah ke arah kiri atau ke kanan. Yang unik dari hal ini adalah gambar-gambar lapangan atau kolam yang dasarnya segi empat, objek-objeknya akan digambarkan rebah keempat arah sisi bentuk objek. Tetapi anak-anak dan remaja sering mengalami kesulitan karena pola gambar yang mereka gunakan perspektif burung, yaitu semua objek digambar dengan posisi penggambar dari arah atas.
                Pola lain yang sering ditemukan sebagai bentuk penaklukan ruangan perspektifis pada anak dan remaja adalah pola susun. Pola susun ini biasa digunakan dalam lukisan tradisional. Pada pola ini, objek-objek gambar disusun berderet ke arah atas. Objek yang dekat ditempatkan lebih bawah, dan objek yang jauh ditempatkan lebih di atas.
            Berdasarkan penjelasan di atas, maka guru dan orang tua perlu memberikan perhatian khusus kepada anak yang sudah sangat kuat terikat dengan pola gambar gunung kembar. Guru dan orang tua harus mengenalkan pola perspektif objek, bahwa benda-benda yang ada di alam mempunyai posisi yang berbeda. Objek-objek selalu menempati ruang yang berbeda (contohkan dengan melihat benda-benda nyata di alam). Maka dari itu jika siswa menggambar alam, sebaiknya siswa melihat langsung objek benda di alam yang akan digambar. Sebab menggambar dengan menggunakan imajinasi sering menimbulkan perbedaan dengan pertimbangan rasio. Pertimbangan rasio ini yang sering membebani anak-anak dan remaja, apalagi beban itu ditambah dengan pertanyaan dari guru dan orang tua. “Kok gambarnya begitu?”, “mengapa tidak begini?”. Pertanyaan seperti itu akan membuat beban anak semakin besar, karena merasa apa yang dia gambar tidak benar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar